banner 468x60

SRIYONO, DOSEN FISIP UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA: MELIHAT SEJAUH MANA TES COVID DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK

 Opini
banner 468x60
SRIYONO, DOSEN FISIP UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA: MELIHAT SEJAUH MANA TES COVID DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK

 

Penanggulangan pandemi Covid-19 di Indonesia masih terhambat oleh rendahnya jumlah tes yang dilakukan hingga saat ini. Padahal, pelacakan melalui tes Covid-19 adalah langkah awal yang dibutuhkan untuk menekan laju penularan Covid 19. Rendahnya pengujian yang dilakukan tergambar dari dua indikator, yakni rasio dari total tes yang dilakukan serta pengetesan secara perorangan. Kedua indikator ini menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lainnya.

Dilihat dari jumlah tes yang dilakukan, Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah tes yang cukup banyak dibandingkan negara lainnya. Hingga 12 Juli 2021, secara total telah terdapat 21,9 juta tes Covid-19 yang dilakukan oleh Indonesia, baik tes usap reaksi rantai polimerase (PCR) maupun antigen. Jumlah tes ini tidak menggambarkan total orang yang diperiksa. Pasalnya, setiap orang bisa saja melakukan lebih dari satu kali pengujian selama periode pandemi dengan beragam alasan, seperti perjalanan ke luar kota maupun pelacakan dari pemerintah dan sebagainya.

Dari data Worldometers per 12 Juli 2021, Indonesia menempati posisi ke-20 dari 210 negara di dunia dalam hal jumlah tes Covid-19. Bahkan, Indonesia menjadi negara ke-6 dengan total tes Covid-19 tertinggi di Asia. Jumlah tes yang dilakukan oleh Indonesia hanya lebih rendah dibandingkan India (432,3 juta kali pengetesan), China (160 juta), Uni Emirat Arab (61 juta), Iran (24,5 juta), dan Arab Saudi (23,1 juta).

Meski memiliki catatan jumlah tes yang lebih tinggi, namun secara rasio, pemeriksaan Covid-19 di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Pada setiap satu juta penduduk, total pengetesan di Indonesia hanya mencapai 79.304 spesimen. Berdasarkan rasio ini, Indonesia berada pada peringkat 158 dari 210 negara. Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara Asia lainnya seperti Vietnam, Kamboja, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Nepal, hingga Sri Langka. Negara-negara ini mencatatkan rasio tes yang lebih tinggi selama pandemi dibandingkan dengan Indonesia. Kamboja, misalnya, dari setiap satu juta penduduk telah melakukan 93.166 kali pengetesan. Sementara Malaysia mencatatkan rasio yang lebih tinggi, yakni 476.307 pengetesan per satu juta penduduk. Artinya, dibandingkan dengan Indonesia, Malaysia telah mencatatkan rasio enam kali lebih tinggi dalam melakukan pemeriksaan pada setiap satu juta penduduk.

Secara statistik, banyaknya jumlah penduduk menjadi faktor rendahnya rasio pengetesan di Indonesia. Untuk mencapai rasio yang lebih tinggi, Indonesia harus melakukan tes Covid-19 yang jauh lebih banyak dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Namun, jika dibandingkan negara dengan jumlah penduduk besar lainnya, Indonesia juga masih tertinggal. Brasil, misalnya, negara berpenduduk sekitar 214 juta jiwa ini telah melakukan pengetesan dengan rasio 253.160 per satu juta penduduk. Dibandingkan enam negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, Indonesia menempati posisi kelima jika diurutkan berdasarkan rasio tes Covid-19 pada setiap satu juta penduduk.

Selain jumlah spesimen, rendahnya upaya pelacakan kasus Covid-19 di Indonesia juga tergambar dari rasio jumlah orang yang melakukan tes Covid-19. Sejak awal pandemi hingga kini, Indonesia masih mencatatkan rasio perorangan yang minim dalam pengujian Covid-19. Jika menengok rata-rata orang yang melakukan tes Covid-19 per tujuh hari seperti dirilis oleh Our World in Data, rasio tes di Indonesia berada di bawah 0,2 per 1.000 penduduk sejak awal pandemi hingga April 2021 lalu. Artinya, pada setiap 1.000 penduduk, kurang dari 1 orang yang melakukan pengetesan Covid-19 dalam sepekan.

Indonesia baru mulai melakukan tes secara masif sejak Mei 2021. Hal ini terlihat dari tingginya rasio pengetesan yang dilakukan. Pada tanggal 24 Mei 2021, untuk pertama kalinya rasio tes di Indonesia menyentuh angka 0,2 per 1.000 penduduk. Meski mengalami kenaikan, rasio ini masih tertinggal dibandingkan sejumlah negara lainnya di Asia. Korea Selatan, misalnya, pada awal Mei lalu telah melakukan tes dengan rasio 0,68 orang per 1.000 penduduk. Pada saat yang sama, Indonesia baru melakukan tes dengan rasio 0,16 pada setiap 1.000 penduduk.

Indonesia juga tertinggal dibandingkan Jepang yang pernah melakukan tes hingga mencapai 0,74 per 1.000 penduduk pada pertengahan Mei lalu. Pada saat yang bersamaan, Indonesia hanya mencatatkan rasio pengetesan sebesar 0,12 per 1.000 penduduk. Di Asia Tenggara, Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan Filipina. Rekor tertinggi pengetesan Covid-19 di Filipina adalah pada pertengahan April 2021 yang mencapai 0,49 orang per 1.000 penduduk. Pada saat yang sama, rasio pengetesan di Indonesia hanya mencapai 0,15 pada setiap 1.000 penduduk.

Dalam 20 hari terakhir, Indonesia kembali gencar melakukan tes Covid-19. Ini terlihat dari meningkatnya rasio pemeriksaan dari 0,23 per 1.000 penduduk pada 20 Juni 2021, menjadi 0,40 per 1.000 penduduk pada 7 Juli 2021 lalu. Meski begitu, rasio jumlah orang yang dites pada setiap 1.000 penduduk di Indonesia masih tetap tertinggal dibandingkan sejumlah negara lainnya di Asia.

Minimnya rasio pemeriksaan yang dilakukan, baik dari total tes maupun jumlah orang yang dites menyiratkan dua hal. Pertama, sejak awal pandemi, Indonesia belum melakukan pelacakan secara masif dibandingkan dengan negara lainnya. Kedua, pemeriksaan Covid-19 di Indonesia belum dilakukan secara merata. Rasio yang lebih tinggi semestinya dapat dicapai jika upaya pemeriksaan dilakukan lebih merata pada setiap wilayah. Kondisi ini salah satunya tecermin dari laporan harian pemerintah tentang jumlah orang yang melakukan tes PCR. Proporsi tes PCR di DKI Jakarta seringkali mencapai sepertiga dari total tes PCR secara nasional. Padahal, jumlah penduduk di DKI Jakarta hanya 3,9 persen dibandingkan total populasi di Indonesia. Artinya, jumlah tes PCR di Indonesia masih mengalami ketimpangan. Pada 29 April 2021, misalnya, jumlah orang yang melakukan tes PCR di Jakarta mencapai 9.559 orang atau 31 persen dari total secara nasional. Bahkan, pada 12 Juni 2021, jumlah orang yang menjalani tes PCR di Jakarta setara dengan 49 persen dari total pemeriksaan secara nasional. Hingga 12 Juli lalu, DKI Jakarta masih mendominasi tes PCR yang mencapai 41 persen dari jumlah orang yang melakukan pengetesan serupa di Indonesia.

Sayangnya, tidak setiap daerah terbuka dan memilih untuk menutup data jumlah tes PCR yang dilakukan sejak awal pandemi hingga saat ini. Meski begitu, data yang dirilis oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta setidaknya menjadi gambaran betapa timpangnya upaya pelacakan kasus Covid-19 dengan daerah lainnya. Jika berkaca dari pengalaman negara lain, pemeriksaan Covid-19 secara masif adalah langkah awal yang dilakukan untuk menekan angka penularan. Singapura, contohnya, dengan jumlah penduduk sekitar 5,8 juta jiwa, pemeriksaan Covid-19 telah dilakukan sebanyak 14,1 juta kali atau 2,4 kali dari jumlah penduduk.

Hal serupa juga dilakukan oleh Amerika Serikat, dengan jumlah penduduk sekitar 332,9 juta jiwa, hingga 12 Juli lalu telah mencatatkan 513 juta total tes Covid-19. Upaya serupa juga dilakukan oleh Bahrain dan sejumlah negara lainnya di dunia yang mencatatkan jumlah tes Covid-19 lebih besar dibandingkan jumlah penduduk. Tentu ini menjadi cermin bagi Indonesia dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Apalagi, hingga 12 Juli lalu, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus aktif Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara dan kedua tertinggi di Asia setelah India. Tes atau pemeriksaan Covid-19 memang bukan satu-satunya cara untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Namun, tanpa tes yang masif secara cepat di setiap daerah, penularan masih berpotensi terjadi, sehingga memperlambat upaya penanggulangan pandemi di Indonesia.

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan