
Tekad dan semangat seseorang untuk menuntut ilmu tidak diukur pada keterbatasan seseorang. Segala keterbatasan pada diri seseorang tidak membuatnya putus ada dalam meraih prestasinya. Itulah yang dialami oleh Lutfi Azizatunnisa yang merupakan seorang yang gemar mendaki gunung sekaligus menjadi seorang teladan yang berprestasi. Namun ada kisah inspirasi yang luar biasa dari seorang Lutfi.
Lutfi Azizatunnisa merupakan seorang yang sangat ceria dan sangt mencintai alam. Hobinya mendaki gunung dan kejeniusannya menjadikan dirinya sebagai salah satu Mahasiswa unggulan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Fakultas Kedokteran yang berprestasi Namun peristiwa kecelakaan enam tahun lalu mengakibatkan ia tidak bisa melakukan hobinya sebagai pecinta alam atau pendaki gunung. Ia kehilangan kemampuannya dalam menggerakan tubuh.
Kecelakaan yang dialaminya di semester akhir perkuliahannya membuatnya lumpuh dan mengharuskannya bergantung pada kursi roda untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Lutfi Azizatunnisa menderita Quadriplegic level C6 di mana tulang leher ruas ke-6 dan 7 patah. Hal itu akibat kecelakaan yang dialami pada 15 Agustus 2011.
Akibat kecelakaan yang dialaminya, Lutfi mengalami kelumpuhan di empat anggota gerak tubuhnya (quadriplegia). Sebelumnya Lutfi sempat diprediksi untuk kesempatan hidupnya hanya 50%. Namun tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, takdir berkata lain, Lutfi mendapatkan kesempatan hidup. Ia berhasil melewati masa kritisnya di UGD RS PKU Muhammadiyah Delanggu dan kondisinya perlahan semakin membaik setelah melakukan berbagai operasi di RSUP Suradji Tirtonegoro, Klaten.
Lutfi Azizatunnisa sempat pasrah dan putus asa mengetahui kondisi yang di alaminya. Sementara itu dilain sisi, ia membutuhkan masa pemulihan selepas kecelakaan, ia mengambil cuti kuliah selama 3 tahun.
Bangkit dari keputusasaan itulah yang di alami Lutfi. Ia kemudian masuk kuliah lagi dan menyelesaikan pendidikan kedokterannya. Meski dengan kondisinya tidak banyak hal yang bisa dilakukannya akibat tidak cukup leluasa melakukan aktivitasnya.
Namun berkat dukungan orangtua dan teman-teman disekelilingnya membuat Lutfi mempunya semangat hingga dapat mengambil kuliah lagi setelah lulus S1, ia meneruskan kuliah S2 di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Ia bahkan mendapat beasiswa penuh dari WHO TDR (Tropical Disease Research). Didampingi sang ibu, wanita cantik ini akhirnya mampu menyelesaikan S2nya dengan mengagumkan. Ia lulus dengan predikat cumlaude.
Tidak hanya itu, Inspirasi sosok Difabel menjadikannya semangat menuntut ilmu. Dan sekarang ia bertekad menempuh pendidikan lanjutan S3 di luar negeri yakni di Belanda.
(Sumber : http://www.kisahinspirasi.web.id/kisah-lutfi-azizatunnisa-seorang-difabelitas-yang-menuntut-ilmu-hingga-s3/)