banner 468x60

Universitas Boyolali: Dari Lereng Merapi, Ilmu Itu Menyala Melawan Ketimpangan Oleh: Eko Wiratno – EWRC Indonesia

 Kampus
banner 468x60
Universitas Boyolali: Dari Lereng Merapi, Ilmu Itu Menyala Melawan Ketimpangan  Oleh: Eko Wiratno – EWRC Indonesia

Di tengah hiruk pikuk pendidikan tinggi yang semakin komersial, ada satu kampus di Jawa Tengah yang justru berdiri tegak dengan idealismenya. Universitas Boyolali (UBY), pada 25 Oktober 2025, kembali menorehkan sejarah dengan mewisuda 173 mahasiswa dalam Wisuda Periode ke-XX. Dengan jumlah total 1.386 alumni hingga saat ini, UBY menjadi bukti bahwa kualitas pendidikan tidak ditentukan oleh kemegahan gedung, melainkan oleh keteguhan niat dan keberanian melawan arus.

Kampus yang Tidak Takut Tertinggal

Di negeri ini, sebagian perguruan tinggi besar sibuk berlomba memperluas kampus dan membangun reputasi internasional, sementara banyak daerah masih berjuang mempertahankan hak dasar pendidikan. Boyolali memilih jalannya sendiri. Di lereng Merapi, universitas ini tumbuh dengan tenang, tapi menghasilkan sesuatu yang jarang dimiliki kampus besar: keberpihakan kepada masyarakat kecil.

UBY tidak menjual gelar, tetapi menanamkan kesadaran. Para mahasiswanya bukan anak konglomerat, melainkan anak petani, pedagang, buruh, dan guru honorer yang berjuang mengubah nasib melalui ilmu. Inilah wajah sesungguhnya dari pendidikan yang memerdekakan.

173 Wisudawan, 173 Perlawanan Terhadap Ketidakadilan

Setiap toga yang dikenakan pada hari ini bukan sekadar simbol akademik, tetapi bentuk perlawanan terhadap ketimpangan sosial. Di tengah harga pendidikan yang melambung, UBY tetap memberi ruang bagi siapa pun yang mau belajar. Kampus ini adalah perlawanan senyap terhadap logika pasar yang menilai kecerdasan dari isi rekening, bukan isi kepala.

Wisuda ke-XX menjadi pengingat bahwa pendidikan tidak boleh berhenti di kota besar. Dari Boyolali, api kecil pengetahuan itu menyala — menerangi daerah-daerah yang sering dilupakan oleh peta pembangunan nasional.

UBY mengajarkan bahwa membangun bangsa tidak harus dari Jakarta; bisa dimulai dari ruang kelas sederhana.

Selama dua puluh periode wisuda, Universitas Boyolali berdiri tanpa banyak sorotan. Tapi justru di situlah kekuatannya: diam-diam bekerja, diam-diam melahirkan pemimpin baru. Kampus ini tidak lahir dari kekuasaan atau modal besar, melainkan dari semangat Boyolali yang ingin membuktikan bahwa daerah pun bisa memiliki universitas berkualitas.

UBY tidak hanya mengajar teori, tetapi mengajarkan realitas. Mahasiswa tidak disiapkan sekadar mencari kerja, tapi juga menciptakan pekerjaan. Mereka diajarkan untuk tidak takut kalah bersaing, karena yang mereka bawa bukan sekadar ijazah, tapi daya juang — sesuatu yang jarang dimiliki generasi instan masa kini.

Banyak yang mengira universitas di daerah hanyalah pelengkap statistik pendidikan nasional. Namun UBY membuktikan sebaliknya. Di tengah ladang-ladang hijau Boyolali, kampus ini justru menjadi pusat lahirnya gagasan progresif. UBY adalah contoh bagaimana pendidikan bisa membumi tanpa kehilangan wibawa. Mahasiswa tidak diajarkan untuk mengejar jabatan, tapi diajak memahami realitas sosial — mengapa petani miskin, mengapa buruh tak sejahtera, dan bagaimana ilmu bisa memperbaiki itu semua.

Melawan Kecenderungan “Ijazahisme”

Krisis pendidikan kita hari ini bukan karena kurang universitas, tapi karena banyak yang kehilangan makna.

Ijazah lebih dihargai daripada proses, dan status lebih penting dari kontribusi.

Di tengah arus itu, UBY menjadi oase kecil yang menolak tunduk pada ijazahisme.

Di kampus ini, mahasiswa tidak sekadar mengejar nilai, tapi belajar tentang makna hidup, kerja keras, dan tanggung jawab sosial. Mereka sadar bahwa dunia kerja tidak menunggu gelar, melainkan karya. Dan karya sejati lahir dari nurani — sesuatu yang hanya bisa tumbuh di lingkungan akademik yang masih menjunjung nilai kemanusiaan.

Sejak berdiri, Universitas Boyolali telah meluluskan 1.386 alumni yang kini tersebar di berbagai daerah. Mereka mungkin tak banyak tampil di televisi, tapi mereka hadir di desa-desa, sekolah-sekolah, kantor pemerintahan, hingga dunia wirausaha. Mereka membawa semangat yang sama: membangun dari bawah. Tidak berlebihan jika UBY disebut sebagai universitas rakyat. Karena di sinilah lahir sarjana yang tak hanya berpikir, tapi juga berbuat. Mereka adalah bagian dari perjuangan panjang membangun bangsa dari akar, bukan dari menara gading.

Era digital adalah ujian baru. Banyak kampus terseret dalam euforia teknologi tanpa arah. UBY memilih jalan moderat: memanfaatkan digitalisasi tanpa meninggalkan kearifan lokal. mSistem pembelajaran daring, riset berbasis data, dan publikasi ilmiah diperkuat — tapi substansi tetap sama: ilmu untuk kemanusiaan.

Dari Boyolali, kampus ini terus melangkah menjadi universitas yang berdaya saing. Tidak dengan jargon globalisasi, tetapi dengan ketekunan lokal yang otentik. Karena sejatinya, kemajuan bangsa hanya bisa dicapai jika pendidikan kembali berpihak kepada rakyatnya.

Wisuda ke-XX Universitas Boyolali bukan sekadar seremoni akademik. Ia adalah deklarasi simbolik bahwa pendidikan masih punya harapan di tangan orang-orang jujur dan sederhana. Ketika banyak kampus sibuk mengejar akreditasi, UBY tetap konsisten mendidik manusia agar tidak mudah menyerah terhadap keadaan.

Dari Boyolali, semangat perubahan itu bergerak perlahan tapi pasti. 173 wisudawan tahun ini adalah simbol bahwa di tengah keterbatasan, masih ada keberanian untuk berdiri tegak. Mereka bukan hanya lulusan kampus, tapi utusan zaman — pembawa obor pengetahuan dari lereng Merapi untuk Indonesia yang lebih beradab.

Dari Boyolali, Untuk Republik

UBY tidak sedang berlomba menjadi kampus terbesar. Mereka hanya ingin memastikan satu hal: bahwa anak-anak bangsa, sejauh apa pun dari pusat kekuasaan, tetap memiliki hak yang sama untuk bermimpi dan belajar. Dan selama semangat itu masih menyala, Boyolali akan terus melahirkan generasi yang tak hanya cerdas, tapi juga berani — melawan kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan.

Dari Boyolali, ilmu itu menyala. Dari rakyat, untuk rakyat.

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan