banner 468x60

Pro dan Kontra Peristiwa G30S/PKI di Indonesia oleh Eko Wiratno, Pendiri EWRC Indonesia

 Opini
banner 468x60
Pro dan Kontra Peristiwa G30S/PKI di Indonesia oleh Eko Wiratno, Pendiri EWRC Indonesia

Pro dan Kontra Peristiwa G30S/PKI di Indonesia

Pendahuluan

Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) adalah salah satu peristiwa paling kontroversial dalam sejarah Indonesia modern. Tragedi yang menewaskan enam jenderal Angkatan Darat ini menandai perubahan politik besar: runtuhnya kekuasaan Presiden Soekarno secara bertahap dan lahirnya rezim Orde Baru di bawah Soeharto.

Sejak saat itu, narasi resmi yang menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang tunggal menjadi doktrin negara. Akan tetapi, setelah kejatuhan Orde Baru pada 1998, banyak penelitian dan diskusi publik mulai mempertanyakan narasi tersebut. Pro dan kontra mengenai siapa sebenarnya dalang, apa motifnya, dan bagaimana dampaknya, terus menjadi perdebatan hingga kini.

Latar Belakang Sejarah

Indonesia di Era 1960-an

Pada awal 1960-an, politik Indonesia sangat dinamis. Presiden Soekarno memperkenalkan konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) untuk menyatukan kekuatan politik yang berbeda. PKI saat itu tumbuh menjadi partai komunis terbesar di luar Uni Soviet dan Cina, dengan basis massa jutaan orang.

Sementara itu, Angkatan Darat, khususnya para jenderal senior, merasa cemas dengan meningkatnya pengaruh PKI. Ketegangan antara militer dan PKI semakin tajam, apalagi setelah PKI berhasil mendekat ke lingkaran politik Soekarno.

Peristiwa 30 September 1965

Malam 30 September 1965, sekelompok pasukan menculik tujuh perwira tinggi Angkatan Darat. Enam di antaranya dibunuh dan kemudian dimakamkan sebagai Pahlawan Revolusi. Peristiwa ini segera diumumkan sebagai kudeta PKI oleh Soeharto, yang waktu itu menjabat Panglima Kostrad.

Sejak saat itu, PKI dibubarkan, para anggotanya ditangkap, dan kampanye besar-besaran dilakukan untuk menanamkan citra PKI sebagai pengkhianat bangsa.

Narasi Resmi Orde Baru (Pro)

  1. PKI sebagai Dalang Tunggal

    Pemerintah Orde Baru menegaskan bahwa G30S adalah aksi kudeta yang direncanakan oleh PKI. Film, buku, dan kurikulum sekolah menyebut PKI sebagai pengkhianat.

  2. Bahaya Laten Komunisme

    Istilah “bahaya laten PKI” digunakan untuk meyakinkan rakyat bahwa ideologi komunis harus ditumpas habis dan tidak boleh hidup kembali.

  3. Legitimasi Politik Soeharto

    Soeharto diposisikan sebagai penyelamat bangsa yang berhasil menggagalkan kudeta. Keberhasilan ini kemudian menjadi dasar kuat untuk mengambil alih kekuasaan dari Soekarno.

  4. Film Pengkhianatan G30S/PKI

    Diputar rutin setiap 30 September di televisi dan sekolah, film ini mempertegas propaganda Orde Baru. Generasi muda dipaksa melihat kekejaman PKI, khususnya melalui adegan-adegan dramatis yang menggambarkan penyiksaan jenderal.

Narasi Alternatif dan Kritik (Kontra)

  1. Dalang Sebenarnya Diperdebatkan

    Peneliti seperti Benedict Anderson dan Ruth McVey (Cornell Paper, 1966) menilai peristiwa ini bisa jadi bukan murni ulah PKI. Ada kemungkinan konflik internal Angkatan Darat, bahkan campur tangan asing, terutama CIA, karena situasi Perang Dingin.

  2. Soekarno dalam Persimpangan

    Ada analisis bahwa Soekarno mencoba memainkan politik keseimbangan antara militer dan PKI. G30S mungkin merupakan konsekuensi dari ketegangan internal itu.

  3. Propaganda Orde Baru

    Film, buku, hingga pelajaran sekolah dianggap sebagai bentuk indoktrinasi. Banyak sejarawan menilai Orde Baru memanipulasi fakta untuk melegitimasi kekuasaan.

  4. Tragedi Kemanusiaan

    Setelah G30S, terjadi pembantaian massal. Amnesty International memperkirakan korban mencapai 500 ribu hingga satu juta jiwa. Banyak orang ditahan tanpa proses hukum, disiksa, bahkan dibuang ke Pulau Buru.

  5. Diskriminasi Keturunan Eks-PKI

    Selama puluhan tahun, anak-cucu mereka yang dituduh PKI sulit mendapat akses pendidikan, pekerjaan, atau jabatan publik. Ini melahirkan trauma sosial yang masih terasa hingga sekarang.

Faktor Global dan Perang Dingin

  • Rivalitas AS vs Uni Soviet: Amerika Serikat khawatir Indonesia jatuh ke pengaruh komunis. Dukungan terhadap militer Indonesia pasca-1965 dianggap bagian dari strategi menahan komunisme di Asia Tenggara.

  • Peran Cina: PKI punya hubungan erat dengan Beijing. Ini memicu kekhawatiran negara-negara Barat.

  • Konteks Asia Tenggara: Saat itu, Vietnam juga sedang berperang melawan Amerika, sehingga kawasan ini menjadi arena penting perebutan pengaruh ideologi.

Dampak Sosial, Politik, dan Kemanusiaan

  1. Kebangkitan Orde Baru

    G30S menjadi pintu masuk lahirnya Orde Baru, dengan Soeharto sebagai presiden selama 32 tahun.

  2. Pembersihan Politik

    PKI dibubarkan, para simpatisan disingkirkan, dan organisasi masyarakat yang dicurigai komunis dihancurkan.

  3. Trauma Kolektif

    Jutaan orang hidup dengan ketakutan, stigma, dan diskriminasi. Diskursus publik soal PKI menjadi tabu hingga Reformasi.

  4. Pendidikan Sejarah yang Satu Arah

    Generasi 1970–1990-an hanya mengenal satu versi sejarah, yaitu versi Orde Baru. Baru setelah 1998, alternatif kajian sejarah muncul.

Perdebatan Sejarah di Era Reformasi

  • Rehabilitasi Korban: Aktivis HAM menuntut pemerintah mengakui pelanggaran HAM 1965.

  • Film dan Dokumenter Alternatif: Karya seperti The Act of Killing (2012) dan The Look of Silence (2014) membuka diskusi baru di dunia internasional.

  • Kontroversi di Masyarakat: Sebagian kalangan menolak membuka kembali kasus 1965 karena takut kebangkitan komunisme. Di sisi lain, banyak akademisi menuntut rekonsiliasi demi keadilan sejarah.

Kesimpulan

Pro dan kontra peristiwa G30S/PKI menunjukkan bahwa sejarah bukan hanya catatan masa lalu, melainkan juga arena perebutan makna. Orde Baru berhasil menanamkan narasi tunggal bahwa PKI adalah dalang. Namun, penelitian kontemporer membuka ruang diskusi baru bahwa tragedi ini jauh lebih kompleks.

Generasi muda Indonesia perlu memahami peristiwa 1965 dengan cara kritis: tidak terjebak dalam propaganda, tetapi juga tidak menutup mata terhadap bahaya ideologi totaliter. Dengan begitu, bangsa Indonesia bisa belajar dari masa lalu dan mencegah tragedi serupa terulang.

Daftar Pustaka

  • Anderson, Benedict R. & McVey, Ruth. A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia (Cornell Paper). Cornell Modern Indonesia Project, 1966.

  • Crouch, Harold. The Army and Politics in Indonesia. Cornell University Press, 1978.

  • Cribb, Robert (ed.). The Indonesian Killings of 1965–1966: Studies from Java and Bali. Monash University, 1990.

  • Heryanto, Ariel. State Terrorism and Political Identity in Indonesia: Fatally Belonging. Routledge, 2006.

  • Roosa, John. Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto’s Coup d’État in Indonesia. University of Wisconsin Press, 2006.

  • Tempo. Menguak Misteri G30S. Jakarta: Majalah Tempo, 2012.

  • Wertheim, W.F. Indonesia in the Modern World. The Hague: W. van Hoeve, 1964.

  • Amnesty International. Indonesia: An Amnesty International Report. London, 1977.

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan