Boyolali(arwiranews.com) Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Dusun Ngingas yang terletak di Desa Sumbung, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah memiliki 19 KK. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan peternak. Di dusun yang terbilang kecil ini masih mendepankan nilai - nilai budaya jawa dan menghormati setiap tradisi yang dilakukan, salah satunya tradisi Sadranan ( Nyadran ). Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur. Pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi penyakit corona virus (COVID-19) yang sedangberlangsung diseluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Kasus positif COVID-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020. Hingga saat ini pemerintah Indonesia masih terus berupaya melawan virus tersebut. Dalam situasi pandemi saat ini, kegiatan adat istiadat Sadranan mengalami banyak perubahan bahkan adat ini sempat ingin ditiadakan pada tahun 2020 sejak awal pandemi Covid – 19. Melihat sangat disayangkannya jika budaya adat harus ditiadakan karena pandemi, maka penulis melakukan pengamatan kelapangan khususnya Dusun Ngingas, agar budaya Sadranan tetap dijalankan namun masih mengutamakan protokol kesehatan. Pelaksanaan program : Adapun uraian mengenai keterlaksanaan program yang diuraikan seperti: Pembersihan Makam (Besik, dalam bahasa jawa) Pembersihan Makam atau sering disebut dengan istilah Besik yang berarti pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh bapak - bapak dan pemuda pada pagi hari sebelum acara sadranan dimulai. Besik dilakukan dengan membersihkan rumput disekitar area pemakaman. Memasang Batu Nisan makam Ibu Saminem Memberi tanda pengenal atas kuburan dengan memasang batu nisan, patok, dan penanda lain merupakan kebiasan umat Islam hingga sejak dulu hingga sekarang. Pada momen besik menjelang acara Sadranan tak jarang banyak keluarga melakukan pemasangan batu nisan sebagai bentuk penghormatan pada leluhur mereka yang telah meninggal, hal ini bertujuan untuk mempermudah saat mereka ziarah kubur dan mendoakan orang-orang yang dicintainya tersebut. Puncak Acara Adat Sadranan di Makam. Pada acara sadranan masa pandemi saat ini dilakukan dengan perwakilan 1 orang dari masing - masing keluarga membawa tenong ke makam. Hal ini tidak dilakukan oleh semua keluarga, melainkan hanya keluarga yang orang tuanya sudah meninggal dunia dan dimakamkan di makam tersebut. Semua pihak yang terlibat diwajibkan mengenakan masker dan mencuci tangan sebelum masuk area makam.Sesampainya di makam dilangsungkan acara pembacaan ayat Al-Quran, Zikir, Tahlil, dan Doa, kemudian ditutup dengan makan bersama. Dalam kegiatan sadranan di era pandemi kali ini, pemerintah Desa Sumbung bekerja sama dengan tim satgas covid 19 desa Sumbung dengan tujuan penerapakan protokol kesehatan selama berlangsungnya acara. Masyarakat silahturohmi rumah ke rumah dengan mematuhi protokol kesehatan Selesai acara adat dimakam, pemerintah desa Sumbung memperbolehkan membuka pintu untuk keluarga yang ingin datang silahturahmi namun harus tetap memperhatikan protokol kesehatan. Tetap memakai masker, mencuci tangan dan jaga jarak tetap diterapkan ketika berkunjung ke tempat saudara. Dalam kondisi ini diupayakan ketika terdapat tamu lain yang akan datang, maka tamu yang sebelumnya dapat segera meninggalkan rumah agar jaga jarak tetap bisa dikondisikan. REFERENSI https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_COVID-19_di_Indonesia https://id.wikipedia.org/wiki/Nyadran