Pandemi Corona Virus Diseases (Covid-19) sampai saat ini belum juga usai dan berdampak hampir di semua sektor, baik kesehatan, ekonomi, pariwisata maupun tatanan sosial masyarakat. Dimana pasien yang terkena khususnya di Indonesia bukannya makin berkurang akan tetapi malah makin bertambah dari hari kehari. Penyebaran Covid-19 ini telah menjadi salah satu khawatiran dan kegelisahan di masyarakat. Setelah hampir satu tahun lamanya melihat kondisi tersebut dan guna melindungi perekonomian yang makin terpuruk secara perlahan negara Indonesia sudah menerapkan kebijakan New Normal Life (pola hidup baru).
New Normal Life bertujuan untuk mengembalikan tatanan kehidupan kembali normal sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang beberapa bulan terpuruk menjadi normal kembali. Pola hidup baru itu adalah kembali melakukan aktivitas seperti biasa tetapi dengan protokol kesehatan hidup berdampingan dengan Covid-19. Berdasarkan prediksi sejumlah ahli, pandemi Covid-19 akan berlangsung lama, sehingga keberadaan vaksin COVID-19 merupakan hal yang ditunggu-tunggu untuk segera dapat mengakhiri Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Dan pada tgl 6 Oktober 2020 bertempat di Jakarta diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly, Bapak Presiden Jokowi menerbitkan Perpres 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227, hal ini dilakukan guna membangun kepastian adanya Vaksin COVID-19.
Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 ini merupakan langkah luar biasa sehingga diperlukan pengaturan-pengaturan khusus untuk menjadikannya kenyataan sesuai dengan ketersediaan dan kebutuhan yang diperlukan. Dasar hukum dikeluarkan Peraturan tersebut yaitu pasal yang masuk ke dalam bagian BAB III mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara. Pasal 4 ayat (1) ini berbicara mengenai kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasana pemerintahan.
Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi ini pun disambut baik oleh Menteri Kesehatan dengan mengeluarkan PMK 28//2020 yang isinya adalah dukungan pemerintah terhadap ketersedian obat-obatan, alat kesehatan, dan alat pendukung lainnya untuk penanganan pandemi Covid-19 dan memberikan fasilitas perpajakan untuk mendukung penanganan dampak virus Corana tersebut. Selanjutnya diikuti juga dengan KMK Nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020 yang baru dikeluarkan pada tanggal 3 Desember 2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Desease 2019 ( Covid-19) yang artinya Kementriamn Kesehatan adalah pihak yang menentukan penunjukan secara langsung pembelian ataupun kerjasama dalam hal ketersediaan vaksin Covid.
Padahal jelas saat awal awal mula rencana pengadaan tentang vaksin pada tanggal 31 Agustus 2020 dengan cara mengembangkan vaksin di negara Indonesia sendiri (Vaksin Merah Putih) yang dikembangkan oleh PT Bio Farma (Persero) ataupun dengan pihak lain dalam hal ini Astra Zeneca, Sinopharm, Pfizer dan Sinovac yang masih dalam tahap pelaksanaan uji klinik tahap ketiga di Indonesia dan itu diperkirakan awal bulan 2021 baru selesai pengujian untuk efektifikas dan kemanfaatannya. Dalam Perpres 99 Tahun 2020 pasal 5 jelas terlihat bahwa PT Biofarma sebagai Badan Persero diberikan hak istimewa lebih dahulu menyediakan vaksin Covid-19 baru di susul pasal 6 serta pasal 7 dan seterusnya untuk pengadaan vaksin secara penunjukan langsung dan kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud yang akan dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.
Melihat peraturan yang berlaku serta pasal pasal yang ada rasanya sangat ironis karena tiba tiba pemerintah sudah memesan sebanyak 1,2 juta vaksin Sinovac. Dimana pada tanggal 3 Desember 2020 kementrian kesehatan baru mengeluarkan peraturan dan dalam tempo yang singkat Vaksin Covid-19 jenis Sinovac sudah terpesan dan diterbangkan dari negara asalnya. Melihat ini semua rasanya vaksin buatin bangsa sendiri tidak dihargai padahal PT Biofarma sudah banyak mengembangkan vaksin yang diakui oleh negara lain seperti Vaksin Polio, Vaksin Bisa Ular, Vaksin Hepatitis B, Vaksin Influenza, dan lain lain.
Walaupun vaksin yang dipesan diutamakan untuk tenaga kesehatan, mungkin dianggap karena tenaga kesehatan garda terdepan maka diberikan vaksin lebih dahulu padahal seperti kita tahu efektifitas dari vaksin tersebut belum terjamin 100%, apa tenaga kesehatan dalam hal ini mau dikorbankan? Sementara seperti kita ketahui WHO memberikan rekomendasi agar vaksin Covid-19 diberikan untuk tenaga kesehatan dan mereka yang beresiko tinggi terutama yang memiliki komorbid pada tahap awal, dan pada umumnya negara negara WHO akan mngikuti anjuran tersebut. Tetapi pemerintah Indonesia memutuskan memberikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat dengan usia 15 sampai dengan 59 tahun dan tidak diberikan kepada lansia dan masyarakat dengan komorbiditas, itu artinya pemerintah menginginkan adanya penurunan angka penularan melalui vaksin Covid-19 dibandingkan menurunkan angka kematian. Padahal angka kematian tinggi merupakan nilai terburuk di mata dunia. Harusnya pemerintah bisa mengambil kebijakan dalam hal pemberian vaksin bukan hanya untuk menurunkan angka penularan tapi juga harusnya menekan angka kematian. Apakah pemberian vaksin ini bisa menjawab? Kita tunggu saja episode berikutnya langkah apa yang akan diambil?
Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Universitas Borobudur, Jakarta.