banner 468x60

Yeta Purnama : Dilema New Normal, Pemulihan Ekonomi atau Mengancam Nyawa Warga?

 Opini
banner 468x60
Yeta Purnama : Dilema New Normal, Pemulihan Ekonomi atau Mengancam Nyawa Warga?

 

Penetapan new normal skala nasional sudah diberlakukan sejak  5 Juni lalu meskipun ada beberapa daerah yang masih berhati-hati untuk menerapkannya, kurang lebih hampir 3 bulan Indonesia berkutat melawan COVID-19 setelah dikonfirmasi oleh presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020.

Meskipun tidak diumumkan secara resmi oleh pemerintah untuk menetapkan kebijakan lockdown skala nasional akan tetapi ada beberapa daerah yang berinisiatif me-lockdown wilayahnya secara mandiri, seperti Yogyakarta misalnya. Akan tetapi upaya preventif yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menon-aktifkan segala aktivitas yang bersifat bertatap muka dengan memberlakukan kebijakan Work From Home  secara daring untuk menekan jumlah angka penyebaran virus ini.

Selama masa pandemi beberapa pemerintah daerah juga tidak kalah sigap dan berani dalam membuat kebijakan dengan menutup akses transportasi kecuali untuk keperluan logistik dan alat-alat kesehatan seperti Tegal,Bali,dan Maluku. Penutupan akses atau lockdown ini tentu saja membawa dampak yang besar untuk perekonomian nasional, karena banyak anggaran yang dikeluarkan akan tetapi minim pemasukan.

Hal ini tentu saja membuat perekonomian Indonesia melemah. Melihat indeks kemerosotan perekonomian Indonesia,pemerintah memberikan solusi yang dianggap sebagai jalan tengah agar roda ekonomi tetap berjalan sehingga  tidak tumbang dan korban tidak banyak berjatuhan yaitu dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Dimulai dari DKI Jakarta berlaku dari 10 April selama dua minggu dan di ikuti oleh Bodebek pada 15 April yang telah dikonfirmasi oleh gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Dilansir dari detikfinance Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan memperkirakan kerugian Indonesia akibat dari keganasan COVID-19 bisa mencapai 320 Triliun dalam kuartal I tahun 2020, dan ekonomi Indonesia mengalami kemerosotan sekitar 2,03%. “ Bisa dilihat dari growth,kalau baseline kuartal tahun lalu kita tumbuh 5% itu situasi normal. Selama kuartal I tumbuh hanya 2,97%, jadi ada lost potential growth dari 5% ke 2,97% ada sekitar 2,03% atau 2%” Ujar Hidayat Amir dalam Video Konference, Jakarta (2/6/2020).

Indeks dari kemerosoton ini sangat kontras jika dibandingkan dengan tahun lalu. Indonesia seperti diserang dari dua arah, yaitu ancaman krisis ekonomi dan tingginya peningkatan kasus positif di berbagai daerah. Saat ini Indonesia masih menjadi negara yang memiliki kasus tertinggi se Asia Tenggara tercatat ada 84.882 kasus positif dan 4.016 yang meninggal per  18 Juli 2020.

 

Dilema New Normal

Dimulai dari bulan Juni lalu pemerintah pusat sudah memberi izin pada warga untuk melakukan aktivitas seperti biasanya dengan cacatan,tetap harus mengikuti protokol kesehatan secara tertib dengan menggunakan masker,mencuci tangan atau menggunakan handsanitizer serta menjaga jarak aman untuk menghindari penularan dari COVID-19 ini.

Akan tetapi terdapat pro-kontra di kalangan masyarakat terkait penerapan New Normal, karena di lain sisi dapat membantu pemulihan ekonomi Indonesia yang sempat merosot dan di sisi lain setelah diterapkan new normal peningkatan jumlah kasus menjadi lebih signitifikan. Yang artinya melihat peningkatan jumlah korban penerapan new normal ini bisa menjadi ancaman bagi para pekerja.

Di era new normal ada konsekuensi berat yang di hadapi,jika penyebaran virus tidak terkendali ancaman yang lebih besar akan menerpa Indonesia, banyaknya korban yang berjatuhan malah akan menjadi masalah yang berbuntut panjang. Jika banyak SDM yang tumbang bagaimana roda ekonomi bisa berjalan? Dan yang pasti tenaga kesehatan akan menjadi kewalahan menangani korban karena sampai saat ini vaksin untuk Covid-19 di Indonesia belum ditemukan apalagi untuk didistribusikan. Pada pernyataanya Menkes Terawan Indonesia akan menggandeng China National Biotech  dari China dan Genexine Inc perusahaan dari Korea Selatan untuk menciptakan vaksin yang mana izin edar nya pada bulan Mei dan Agustus 2021.

Akan tetapi di sisi lain banyaknya keluhan masyarakat mengenai omset perusahaan yang turun secara drastis, sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar saat PSBB. Bahkan terancam tidak bisa beroperasi jika dalam kurun waktu tahun 2020 ini COVID-19 belum berakhir.

Bayu Janitra Wirjoatmodjo seorang CEO Topkarir,mengatakan  “ Risiko untuk peningkatan biaya sudah pasti. Misalnya di restoran yang tadinya bisa menampung 200 orang,bisa tereduksikan 50 sampai 70 orang. Jadi omsetnya pasti berkurang dari sisi itu”.

Menurut penulis sampai saat ini Indonesia  belum mampu sepenuhnya menekan kurva penularan virus seperti negara tetangga kita Malaysia. Seharusnya pemerintah memfokuskan melandaikan kurva penularan terlebih dahulu, jika Indonesia sudah aman dari virus,perekonomian di semua sektor bisa diperbaiki dengan leluasa yang mana nyawa warga bisa lebih aman dari ancaman serangan COVID-19 meskipun dalam keadaan bekerja di lapangan meskipun kita harus tetap menganisipasi dengan penerapan protokol kesehatan sampai kondisi benar-benar steril dari virus. Dan hal ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah agar lebih sigap dan cepat menangangi kasus ini, jika tidak maka krisis ekonomi bisa saja melanda Indonesia di tahun yang akan mendatang yang mana dapat menimbulkan kesengsaraan yang berbuntut panjang.

Penulis : Yeta Purnama, Mahasiswa  Prodi Hubungan Internasional UII, Yogyakarta.

 

 

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan