banner 468x60

ELISTIA, Ekonom Universitas Esa Unggul Jakarta: Tinjauan BI Rate, LPS Rate, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Masa Pandemi Hingga Pemulihan Ekonomi Tahun 2021

 Opini
banner 468x60
ELISTIA, Ekonom Universitas Esa Unggul Jakarta: Tinjauan BI Rate, LPS Rate, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Masa Pandemi Hingga Pemulihan Ekonomi Tahun 2021

 

Dalam rangka memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, Pada tanggal 19 Agustus 2016 Bank Indonesia menetapkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI 7DRR) sebagai suku bunga kebijakan yang merepresentasikan sinyal respons kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran. Penggunaan BI 7DRR sebagai suku bunga acuan merupakan bagian dari reformulasi kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

 

Sebelumnya, Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai suku bunga acuan yang setara dengan instrumen moneter 12 bulan. Melalui penetapan BI 7DRR sebagai suku bunga acuan, tenor instrumen menjadi lebih pendek yakni setara dengan instrumen moneter 7 hari sehingga diharapkan dapat mempercepat transmisi kebijakan moneter dan mengarahkan inflasi sesuai dengan sasarannya.

 

Reformulasi kebijakan moneter memiliki tiga tujuan utama. Pertama, memperkuat sinyal arah kebijakan moneter. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di PUAB untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan.

 

Bank Indonesia melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan mengimplementasikan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016, menggantikan BI Rate. Penguatan kerangka operasi moneter ini merupakan hal yang lazim dilakukan di berbagai bank sentral dan merupakan best practice internasional dalam pelaksanaan operasi moneter.

 

Kerangka operasi moneter senantiasa disempurnakan untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Instrumen BI 7-day (Reverse) Repo Rate digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru karena dapat secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil. Bank Indonesia melalui penetapan BI Rate bertujuan untuk:

  1. Menjaga perekonomian tetap stabil, artinya BI dapat memberikan stimulus kepada lembaga perbankan dengan suku bunga kredit perbankan yang turun maka diharapkan menjadi stimulus masyarakat untuk melakukan kredit perbankan.
  2. Untuk mengontrol inflasi, artinya jika harga-harga melonjak tinggi, BI akan memperketat peredaran uang. Sebab banyaknya uang yang beredar di masyarakat akan diikuti naiknya inflasi. Kenaikan inflasi menyebabkan kenaikan BI Rate, Lembaga perbankan pun lebih suka menyimpan uangnya di BI daripada meminjamkannya ke nasabah.

 

Kepastian dan kestabilan perekonomian tidak lepas dari kontrol Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, namun peran dari lembaga non Bank seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dinilai lebih ampuh dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi, mengapa demikain? Kita bisa lihat data historisnya sejak tahun 2005 s.d 2020 dimana pergerakan turun naiknya berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Berikut ini adalah data historis nya:

 

Tabel 1. Data BI Rate, LPS Rate, dan Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi

Tahun 2005 s.d 2020

No.

Tahun

BI Rate

LPS Rate

Inflasi

Pertumbuhan Ekonomi

1

Sep-05

12,75

10,50

9,06

5,69

2

Sep-06

9,75

12,50

14,50

5,50

3

Sep-07

8,00

8,25

6,95

6,35

4

Sep-08

9,25

8,75

12,14

6,01

5

Sep-09

6,50

7,00

2,83

4,63

6

Sep-10

6,50

7,00

5,80

6,22

7

Sep-11

6,75

7,25

4,61

6,17

8

Sep-12

5,75

5,50

4,31

6,03

9

Sep-13

7,25

6,25

8,40

5,56

10

Sep-14

7,50

7,75

4,53

5,02

11

Sep-15

5,00

7,75

6,83

4,79

12

Sep-16

5,00

6,75

3,07

5,02

13

Sep-17

4,25

6,25

3,72

4,79

14

Sep-18

5,75

6,75

2,88

5,02

15

Sep-19

5,00

7,00

3,39

5,07

16

Nov-20

3,75

4,50

1,59

-3,49

Sumber : BI, BPS, LPS (data diolah sendiri)

 

Dari data tersebut tahun 2006 tampak LPS Rate jauh di atas BI Rate, ini merupakan kepastian ekonomi dan perbankan/lembaga keuangan non bank untuk masa depan, dan benar dengan ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, walaupun Inflasi mencapai angka yang cukup tinggi sebesar 14,50%. Selain itu setiap tahun pemerintah memiliki target ekonomi yang dipengaruhi oleh kondisi politik dan sosial bagi dari Internal maupun Eksternal (luar negeri) yang mengarah kepada geopolitik dan perjanjian jangka pendek maupun jangka panjang. Sejatinya, daya kekuatan ekonomi yang menyiratkan intervensi sejarah yang juga merupakan pengaruh yang sulit dielakkan, sehingga posisi kekuatan ekonomi Indonesia membutuhkan perhitungan dan daya saing/bargaining power yang cukup menjanjikan dan handal.

 

Namun, kondisi krisis Ekonomi 2008 yang menyebabkan Inflasi meningkat menjadi 12,14% berdampak pada BI Rate dan LPS rate. Hal ini mengganggu tingkat pertumbuhan ekonomi, namun pada tahun berikutnya dengan penekanan Inflasi maka pertumbuhan ekonomi tumbuh secara baik dari tahun 2010 hingga tahun 2019. Kemudian akibat terjadinya pandemi Covid-19 di tahun 2020 membawa Negara di seluruh dunia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, Indonesia sangat berdampakyang menyebabkan pertumbuhan ekonomi minus -3,49 pada kuartal ke-3 tahun 2020, namun angka ini merupakan kenaikan yang sebelumnya di kuartal ke-2 sebesar -5,32.

 

Menghadapi kondisi tersebut, pada bulan November 2020 ditetapkan BI Rate sebesar 3,75 dan LPS Rate 4,50, angka ini adalah level terendah sepanjang sejarah Indonesia, jika kita lihat dari data historis sejak tahun 2005 s.d 2020. Apakah indikasinya? Kita dapat lihat dengan kebijakan – kebijakan Ekonomi Mikro dan Makro, serta Politik pemerintah dalam menyelaraskan komponen Neraca Pembayaran Indonesia dengan strategi – strategi praktis, inovatif, defensive, bahkan revolusioner. Menjajaki data historis BI Rate dan LPS Rate dari tahun 2005 hingga saat ini, dan kaitannya dengan Inflasi dan juga Pertumbuhan Ekonomi, terdapat indikasi melemahnya daya tawar Perbankan sehingga menurunkan rate-nya seiring dengan turunnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Indikasi LPS Rate juga yang terjun turun angkanya sepanjang sejarah seakan meng-isyaratkan stagnansi ekonomi ke depan, karena posisi LPS Rate saat ini menjadi backward-looking dan juga forward-looking. Untuk memulihkan dan menstabilkan sejumlah kebijakan – kebijakan untuk pemulihan ekonomi.

 

Dalam upaya pemulihan ekonomi pada tahun 2021 Pemerintah telah menetapkan strategi pemulihan ekonomi seperti yang di paparkan oleh  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian – DR (HC) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA pada acara Outlook Perekonomian Indonesia, Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021, tanggal 22 Desember 2020 antara lain adalah Vaksinasi Covid-19, Melanjutkan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Omnibuslaw cipta kerja, Keberpihakan kebijakan ekonomi pada UMKM, Penyusunan DPI (Daftar Prioritas Investasi)/Positive List, Sovereign Wealth Fund/Lembaga Pengelola Investasi. Strategi pengungkit pertumbuhan lainnya adalah Program Ketahanan Pangan, Pengembangan Kawasan Industri, Mandatory B30, Padat Karya, dan Pengembangan Ekonomi Digital.

 

Elistia

-Mahasiswa Doktoral Ilmu Manajemen, NIM. 9917920002, Universitas Negeri Jakarta

-Dosen Universitas Esa Unggul, Jakarta

 

 

banner 468x60

Author: 

Related Posts

One Response

  1. iren31/12/2020 at 22:32Reply

    bagus beritanya… terima kasih

Tinggalkan Balasan