Bencana alam adalah peristiwa alam yang dapat terjadi setiap saat, dimana saja dan kapan saja. Bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh, kemudian gempa juga melanda Klaten dan Jogjakarta, serta ancaman bencana letusan gunung berapi. Perlu disadari bahwa bumi yang kita injak merupakan daerah rawan bencana (jalur gunung berapi “ring of fire”). Juga bencana-bencana lain seperti longsor, abrasi, akresi, instrusi air laut, rob, penurunan muka tanah (land subsidence), wabah penyakit, penyebaran virus dan lain-lain.
Belum lagi kota-kota besar di negeri ini yang setiap tahun selalu dihinggapi syndrome bencana banjir. Berbagai penanggulangan banjir sudah dan rutin dilakukan, namun tampaknya luas area banjir tidak menjadi berkurang bahkan semakin meluas. Berbagai bencana tersebut sering mengakibatkan kerugian material dan imaterial bagi kehidupan masyarakat. Baik kerugian yang berupa harta benda seperti rusaknya sarana, prasarana dan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat, maupun effect lain seperti terganggunya aktivitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Bahkan lebih dari itu sampai jatuhnya korban jiwa.
Ditengah gencarnya kerusakan dimuka bumi ini yang kasat mata kita lihat dan dampak yang cukup besar bagi para penghuninya membuat kita sadar bahwa itulah sebuah hasil dari proses kerusakan sistematis secara terus menerus. Pertanda apakah ini? Atau mungkin benar apa yang dikatakan Ebiet G.Ade dalam lirik lagunya “mungkin alam mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa”.
Salah langkah dan dosa manusia yang tidak bersahabat dengan alam seperti pemotongan tebing dan penambangan batu dilereng yang terjal ataupun penimbunan tanah urugan di daerah lereng. Jika aktivitas tersebut tidak mempertimbangkan sistem ekologi (land dan soil) secara menyeluruh, maka pada gilirannya akan mengakibatkan terjadinya kegagalan struktur dinding penahan tanah. Disamping itu seperti terjadinya penggundulan hutan, budidaya kolam ikan diatas lereng, sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman, sistem drainase pada kawasan lereng yang tidak baik, serta pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat untuk mentaati peraturan tentang penataan ruang. Semua itu menjadi sumber bencana.
Bencana adalah bentuk peringatan Allah kepada manusia agar tidak ber-ulah sewenang-wenang dalam mengelola alam, kembalilah ke jalan yang benar, karena alam semesta sudah diciptakan Allah dengan sempurna dan siklus yang teratur sempurna dan benar. Lihat ayat Allah dalam Al-Qur’an surat Ar Rum /30:41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Semua itu menyadarkan dan membuat kita harus berpikir ulang. Bencana adalah sesuatu yang tidak kita harapkan, oleh karena itu pemahaman terhadap proses terjadinya bencana berikut faktor penyebabnya menjadi sangat penting bagi kita semua (pemerintah, investor maupun masyarakat). Tampaknya kita perlu mengatur dan merencana ulang tata ruang dan wilayah yang menganut prinsip sistem keseimbangan atau memperhatikan sistem ekologi. Dengan kata lain perlu rencana tata ruang yang berbasis mitigasi bencana ‘man-made/technological hazards’. Perlu dirumuskan berbagai strategi perencanaan, pengendalian dan pemanfaatan ruang agar bumi menjadi lebih bersahabat. Alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi) maupun penanggulangan (rehabilitasi) perlu dikaji secara mendalam.
Menurut Constantin Doxiadis dalam bukunya The Ekistic (1980) menjelaskan tentang hubungan manusia dengan lingkungannya, melalui konsep Human Settlement : Man settle in earth. Terdapat 5 (lima) elemen yang perlu diperhatikan antara lain Man and society (the subjects of human settlement), Nature (Land, sea, air dan mahluk lain fauna and flora), shell and network sebagai man made space (manmade resource).
Dengan paham akan hal ini diharapkan dapat mewujudkan struktur ruang dengan membentuk susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Demikian pula halnya dalam pola ruang yang mengatur distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Penulis : Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, MT, Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Sultan Agung.