Kita harus berbangga diri dan bersyukur karena dikaruniai negeri yang sumberdaya alamnya melimpah. Minyak, mineral, laut, hutan dan sawah-sawah yang kita miliki membentang luas di berbagai pulau dari sabang samapi marauke. Namun di balik keberkahan tersebut, terselip satu fakta tentang semakin kurangnya minat anak muda untuk menjadi petani. Tak ada lagi anak muda yang bangga berkata ingin menjadi petani. Mereka minder, dan bahkan mereka Malu menjadi petani.”
Hasil kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) melaporkan bahwa 63% anak petani padi dan 54% anak petani hortikultura tak ingin menjadi petani. Demikian juga dari sisi orang tua, 50% petani padi dan 73% petani hortikultura menyatakan tidak ingin anaknya menjadi petani. Para orang tua ingin anaknya kelak bekerja di sektor lain, yakni pekerjaan dengan pendapatan rutin, pakaian rapi, rungan sejuk dan wangi. Kita sering mendengar para orang tua bilang kepada anaknya “Jangan seperti ayah yang cuma petani.” Kata itu menegaskan bahwa menjadi petani adalah pilihan yang paling buruk di tengah begitu banyak profesi. Ada rasa rendah diri serta rasa minder ketika menyadari dirinya sebagai petani, lalu tumbuh harapan agar kelak sang anak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Peran kaum perempuan dalam ketahanan pangan meski terlibat aktif dan berkontribusi besar dalam produksi maupun distribusi bahan pangan ternyata masih terabaikan dan belum mendapatkan perhatian maupun penghargaan secara wajar. Perempuan Indonesia mampu menciptakan kedaulatan pangan. Berbicara soal produksi pasti mengarah pada peran perempuan. Indonesia sebagai negara tropis banyak menghasilkan pangan tanpa ketergantungan dari impor.
Peran ganda perempuan dalam peran domestik dan publik juga menjadi faktor yang menentukan besarnya kapasitas perempuan dalam menjamin ketahanan pangan. Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa terdapat banyak kelemahan serta potensi-potensi yang bisa dioptimalkan oleh kaum perempuan. Misalnya saja, ketergantungan kebutuhan pangan atas beras, minimnya ketercukupan gizi seimbang saat paceklik, berkurangnya pendapatan hingga minimnya ketersediaan air bersih di desa kering, dan berbagai kelemahan lainnya.
Program pemberdayaan yang mendukung dalam optimalisasi potensi sumberdaya alam oleh kaum perempuan perlu untuk ditingkatkan. Rekomendasi program-program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat perempuan dapat dilakukan dari sisi domestik maupun dari sisi publik. Pemberdayaan perempuan yang dapat dilakukan dari sisi domestik diantaranya: peningkatan pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan pemenuhan gizi seimbang serta pembiasaan konsumsi pangan lokal dalam pemenuhan pangan sehari-hari.
Sedangkan dari sisi publik pemberdayaan dapat dilakukan melalui gerakan diversifikasi pangan yang meliputi pengembangan produksi atau industri kuliner yang berbasis pangan lokal maupun optimalisasi pemanfaatan lahan atau pekarangan. Pengembangan pangan lokal juga akan meneguhkan kembali identitas lokal kawasan, peningkatan ketahanan pangan rumah tangga, serta mendukung perkembangan wisata daerah. Sedangkan optimalisasi pemanfaatan lahan atau pekarangan juga menjadi upaya perempuan dalam meningkatkan peran untuk ketahanan pangan rumah tangga. Ketersediaan lahan pekarangan maupun lahan kebun lainnya sebagai upaya dalam meningkatkan gizi keluarga maupun pendapatan keluarga.
Perempuan dalam ketahanan pangan dan keberdayaan pangan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Peran ganda yang dimiliki perempuan sejak awal juga menjadi penentu dalam penjaminan ketahanan pangan rumah tangga. Keterlibatan perempuan dalam pemenuhan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan keamanan pangan di suatu daerah akan efektif dalam upaya mencegah kerawanan pangan. Oleh sebab itu, peran perempuan dalam ketahanan dan keberdayaan pangan perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh.
Ditulis oleh: Desi Ratika Putri
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas Boyolali (UBY)