
Klaten(arwiranews.com) Kabar kurang sedap ditengah pandemi Covid 19 harus kita terima. Ya, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali dinaikkan oleh Presiden Joko Widodo. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres disebutkan Iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik menjadi Rp150.000 dan Kelas II naik menjadi Rp100.000. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut berlaku mulai 1 Juli 2020. Adapun untuk kelas III yang menjadi Rp35.000 baru akan naik pada 2021.
BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 34 Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp150.000 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp100.000 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp35.000. Sebelumnya, Iuran BPJS Kesehatan per 1 Mei 2020 ini mengalami penurunan. Mengacu pada Peraturan Presiden 82 tahun 2018, iuran BPJS Kesehatan kelas I turun menjadi sebesar Rp80.000, kelas II Rp51.000, dan kelas III Rp25.500. Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020, yang menyatakan membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019.
Sementara itu Eko Wiratno peneliti dari Eko Wiratno Research and Consulting (EWRC) menilai, keputusan presiden Jokowi dengan menaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan bentuk kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan Undang-undang Dasar 1945. Eko menyampaikan, sudah tercatat jelas bahwa amanat konstitusi, UUD 45 merupakan implementasi dari dasar falsafah Pancasila. UUD 45 mengamanatkan presiden, pemerintah, atau negara untuk mensejahtarakan rakyat. Namun dengan dikeluarkannya kebijakan ini membuka ruang keraguan masyarakat dalam menilai keputusan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. “Mohon maaf kalau saya tegas, tapi presiden sudah inkonstitusional. Sudah melanggar konstitusi. Amanat konstitusi, UUD 45 itu merupakan implementasi dari dasar falsafah Pancasila. UUD 45 itu mengamanatkan presiden, pemerintah, atau negara untuk mensejahtarakan rakyat. Pertanyaannya sekarang dengan keputusan itu apakah betul mensejahterkan rakyat?
Saya mengamati secara sosiologi, ‘kondisi masyarakat sekarang ini untuk makan saja susah, untuk beli masker juga susah, sekarang untuk membayar iuran BPJS, ini kan luar biasa. Mudah-mudahan pernyataan saya ini salah,” kata Eko Wiratno di Klaten Rabu (13/05/2020) malam ketika dimintai pendapatnya oleh redaksi. Eko Wiratno menilai, kebijakan ini justru bisa menjadi blunder bagi pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi bagi kepemimpinan presiden Jokowi. Eko Wiratno menilai, kebijakan ini bentuk ketidaktaatan presiden terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya pada 2019, Jokowi menandatangani Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut, besaran iuran berubah menjadi Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III, Rp110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, dan Rp160.000 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. Namun, MA membatalkan Perpres Nomor 75/2019. MA mengembalikan iuran menjadi sebesar Rp25.500 untuk kelas III, sebesar Rp51.000 untuk kelas II, dan sebesar Rp80.000 untuk kelas I.