![PENGERTIAN INFLASI[Sumber bi.go.id]](https://arwiranews.com/wp-content/uploads/2021/02/inflasi.-nn.jpg)
Definisi Inflasi
Pengukuran IHK
Disagregasi Inflasi
Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
- Interaksi permintaan-penawaran.
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang.
- Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
- Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
- Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah (Administered Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.
Pentingnya Kestabilan Harga
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Keempat, pentingnya kestabilan harga kaitannya dengan SSK (referensi).
Sasaran Inflasi
Pengendalian Inflasi
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan agregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespons kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Sementara itu, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor penawaran dan kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar, seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008, sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.
Penetapan Target Inflasi
Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan, sehingga tingkat inflasi dapat dijaga pada tingkat yang rendah dan stabil. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu (anchor) pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan (Lihat Peraturan Menteri Keuangan tentang sasaran inflasi 2016, 2017, dan 2018 dan Peraturan Menteri Keuangan tentang sasaran inflasi 2019, 2020, dan 2021).
Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada situs Bank Indonesia atau situs instansi Pemerintah lainnya seperti Kementerian Keuangan, Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.