banner 468x60

HUTANG PEMERINTAH SENTUH RP. 6.361 TRILIUN, BERIKUT TANGGAPAN PENDIRI EWRC EKO WIRATNO DAN EKONOM UNIKU DADANG SUHARDI.

 Ekonomi
banner 468x60
HUTANG PEMERINTAH SENTUH RP. 6.361 TRILIUN, BERIKUT TANGGAPAN PENDIRI EWRC EKO WIRATNO DAN EKONOM UNIKU DADANG SUHARDI.

Kuningan(arwiranews.com) Kementerian Keuangan mencatat total utang Pemerintah hingga akhir Februari menembus angka fantastis yakni Rp6.361 triliun. Angka utang tersebut terlihat naik Rp1.412,82 triliun dari periode yang sama tahun 2020 yang mencapai Rp4.948,18 triliun, yang artinya rata-rata hutang per hari mencapai Rp. 3,87 Triliun yang bila dibagi 24 jam, tiap jam hutangnya ada Rp. 161,28 Milyar per Jam dan Rp. 448 juta tiap detiknya. 

 

“Jadi dari sisi jumlah, utang kita mencapai Rp6.361 triliun,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman, Selasa(23/03/2021). Meskipun begitu dirinya menyatakan bahwa pengelolaan utang di Indonesia masih sangat prudent dan terjaga dengan sehat. Dirinya juga menjelaskan, anggaran utang saat ini lebih difokuskan untuk membiayai pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

 

Sementara itu, untuk pembiayaan utang sampai akhir Februari 2021, Pemerintah sudah merealisasikan sebesar Rp 273 triliun. Dimana ini didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang secara neto adalah Rp 271,4 triliun dan pinjaman yang secara neto adalah negatif Rp 1,6 triliun.   “Utang bagian dari pengelolaan APBN keseluruhan. APBN 2021 kita punya defisit anggaran 5,7%, ini bagaimana kita mencari dan menutup defisit sampai akhir tahun,” Ungkapnya.

 

Ditempat terpisah pendiri Eko Wiratno Resarch and Consulting[EWRC], Eko Wiratno menyatakan “Utang yang ada menurut saya sudah sangat tinggi dan karenanya tidak aman. Persoalannya bukan hanya meningkatnya rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia, tetapi yang berat adalah utang yang besar itu sangat membebani APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita. Membatasi ruang gerak ekonomi kita,” Tegas Eko Wiratno kepada arwiranews.com.

 

Eko Wiratno menjelaskan bahwa masalah utang bukan hanya aman atau tidak aman, yang dilihat dari rasionya terhadap PDB. Hal yang juga penting adalah bagaimana membayar utang itu, apakah bakal membatasi kemampuan pemerintah dalam bidang lain? “Beratnya ekonomi kita jika misalnya 40% lebih belanja negara harus dikeluarkan untuk membayar cicilan dan bunga utang. Jadi, jangan hanya berlindung pada persentase debt-to-GDP ratio yang dianggap masih aman dan diperbolehkan undang-undang. Tidak hanya disitu persoalannya”, Tegas Eko Wiratno.

 

Dari Kuningan dilaporkan, Ekonom Universitas Kuningan Dr Dadang Suhardi, MM menilai, angka utang pemerintah sudah hampir lampu merah apabila dilihat dari kemampuan bayar utang atau debt service ratio (DSR). “Kriteria utang terhadap PDB juga perlu diperdalam dengan indikator DSR, di mana DSR tier I Indonesia terus naik melebihi 25%, padahal negara seperti Filipina cuma 9.7%, Thailand 8% dan Meksiko 12.3%. Dengan melihat perbandingan DSR maka bisa dikatakan utang sudah jadi beban dan kemampuan bayar berkurang. Ini bisa dikatakan lampu kuning sudah hampir lampu merah,” Ujar Dadang Suhardi ketika dihubungi arwiranews.com.

 

Di sisi lain, menurutnya rasio utang pemerintah terhadap PDB tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara maju seperti AS, Prancis, Jerman dan sebagainya. “Ini ibarat mobil esemka dibandingkan dengan pesawat airbus ya jadi tidak apple to apple. Apalagi posisi Indonesia turun kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah. Indonesia cocoknya dibandingkan dengan sesama negara berkembang,” tegas Dadang.(**)

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan