Jakarta(arwiranews.com) Pemerintah didesak agar mulai mengurangi pinjaman yang sifatnya bantuan program karena kadang tidak terlalu efektif. Bahkan banyak program yang diajukan kreditor tidak sesuai dengan kebutuhan. Desakan itu disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudisthira yang diminta pendapatnya di Jakarta, Minggu (13/06/2021) mengenai persetujuan pinjaman Bank Dunia senilai 400 juta dollar Amerika Serikat (AS) untuk mendukung reformasi dalam rangka memperdalam, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat ketahanan sektor keuangan.
Menurut Bhima, pemerintah seharusnya justru mengajukan fasilitas penghapusan pokok pinjaman atau keringanan bunga pinjaman kepada kreditur seperti Bank Dunia. “Indonesia kan beban bunga utangnya mahal ditargetkan 373 triliun rupiah tahun ini dan porsinya menyita 25 persen dari total penerimaan pajak. Sementara kebutuhan urgen untuk penanganan pandemi dan perlindungan sosial masih cukup besar,” kata Bhima.
Apalagi, Indonesia juga kembali turun kelas dari negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country) karena pandemi. “Karena turun kelas, maka Indonesia bisa meminta komitmen ke kreditur untuk membuka renegosiasi utang negara yang alami tekanan keuangan karena Covid-19.